Langsung ke konten utama

Perbedaan dunia dan rejeki yang sering disalahartikan - fuhareligi




Apakah dunia dan rejeki mempunyai perbedaan? Iya tentunya, meskipun itu sama-sama kenikmatan yang harus kita syukuri. Sebelum dijelaskan pengertian dunia dan rejeki, mari kita simak cerita di bawah ini:

Cerita 1

Andi adalah seorang fresh graduate yang mulai mencari kerja di perusahaan yang ia minati sesuai dengan jurusan kuliahnya. Ia selalu follow akun sosial media dan aplikasi tentang info lowongan kerja. Satu persatu ia amati dan langsung melamar ke perusahaan favoritnya, namun ratusan CV yang ia sebar masih belum terlihat hasilnya, hanya ada beberapa perusahaan saja yang merespon lamarannya, namun sayang itupun tahap paling jauh hanya pada wawancara user. Andi pun mulai melamar diperusahaan yang diluar jurusannya, namun sayang keberuntungan belum menjemput Andi. Meskipun seperti itu, Andi tetap semangat, ia pantang menyerah orangnya. Ia selalu bersyukur dengan apa yang ia miliki seperti keluarganya yang selalu suport, teman- teman yang baik, kesehatan yang baik, dan dimudahkan dalam melakukan kebaikan.


Cerita 2

Aldo adalah anak dari seorang pengusaha. Sejak kecil, ia selalu dituruti kemauannya oleh sang ayah. Mainannya pun bisa memenuhi sebuah gudang. Aldo setiap hari selalu makan enak, di sekolahkan di tempat favorit dan hidup serba berkecukupan. Namun, karena seringnya dimanja, Aldo meskipun sudah lulus SMA tidak menjadikan ia mandiri seperti teman-teman lainnya, seperti untuk makan saja masih diambilkan oleh ibunya. Dengan hobinya main game tak jarang Aldo lupa waktu hingga akhirnya ia pun lupa dengan ibadah dan waktu makan. Hal ini menyebabkan Aldo sering mengalami sakit.

Dari kedua cerita di atas terdapat perbedaan yang sangat jauh antara rejeki dan dunia. Bila rejeki dikaitkan dengan sesuatu yang tersirat maka dunia dikaitkan dengan yang tersurat. Artinya rejeki tidak bisa dilihat, dirasakan, dan dinilai langsung oleh mata. Namun, dunia sebaliknya yaitu bisa dilihat, dirasakan, dan dinilai langsung. Seperti kebanyakan orang akan bersyukur bila diberikan harta oleh Allah, namun akan sedikit orang yang bersyukur bila diberikan kesehatan. Mungkin saja kesehatan disyukuri, namun itupun ketika dirasakan saat sakit, biasanya orang akan ingat masa-masa sehatnya sebelum sakit. Selain itu, sering kita tidak sadari yaitu ketika Allah menitipkan buah hati yang baik, nurut, dan taat dalam beribadah, namun untuk dunianya jauh dari apa yang diharapkan orang tua, misalnya anak itu susah mencari pekerjaan, gajinya kecil, cacat fisik, muka pas-pasan dll padahal ketaatan/kebaikan pada anak itulah rejeki terbesar yang diberikan Allah kepada para orang tua.

Seringkali kita menyangka bahwa jika Allah mencintai hambaNya maka Dia akan memberikan harta dan kemudahan, namun pada kenyataannya malah sebaliknya. Banyak diantara kita yang mana ada orang yang rajin ibadah namun kehidupannya jauh dari kata kaya raya, namun biasanya orang seperti ini, Allah selalu memberikan kecukupan hidupnya sehingga mereka selalu merasa bersyukur dan qonaah apa yang telah diberikan Allah SWT. Selain itu, ada juga orang yang secara zhohirnya jauh dari Allah bahkan sering bermaksiat secara terang-terangan malah mendapatkan kenikmatan dan hartanya semakin berlimpah. Namun, perlu diketahui bahwa kemaksiatan disertai kenikmatan adalah istidraj yang mana itu merupakan bentuk ketidakpedulian Allah pada makhlukNya.  Ibarat manusia yang bisa terbang ke atas akan terasa indah namun setelah itu ia akan terjatuh hingga bisa menghancurkan dirinya. Jika Allah mencintai hambanya maka hambaNya itu akan diberikan ujian. Hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah SAW

“Siapapun yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, ia pasti akan diuji” (Hr. Bukhari)

Tujuan diberikan ujian oleh Allah yaitu agar hambaNya selalu sabar, karena pahala sabar tidak ada batasnya, selain itu ujian atau cobaan dapat menghapus dosa dan bisa mengangkat derajat.

Begitulah perbedaan pandangan antara sang Pencipta dan makhluk. Padahal boleh jadi apa yang kita benci itu ternyata ada kebaikan dan apa yang kita sukai itu belum tentu ada kebaikan di dalamnya. Hal ini sesuai firman Allah:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah: 216)

Jadi apakah rejeki dan dunia itu sama? tentu sangat berbeda.  Dalam Al Quran, Allah selalu menghinakan dunia namun selalu menghormati rejeki. Bila Allah menghormati dunia, maka pemenang sejati adalah orang-orang kafir, karena mayoritas mereka adalah kalangan atas. Oleh karena itu mulai dari sekarang mari kita ubah sangkaan tersebut bahwa pada dasarnya rejeki lebih mulia daripada dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicabutnya Hidayah

Hidayah merupakan anugerah berupa petunjuk yang diberikan Allah SWT. Tanpa hidayah seseorang akan sulit untuk melakukan ibadah, menuntut ilmu, berakhlak baik, dan mengamalkan ilmu. Maka darinya, doa agar mendapatkan hidayah merupakan keharusan bagi setiap muslim. Meskipun seseorang sudah diberikan hidayah, namun orang tersebut harus tetap berdoa agar hidayah tersebut tetap ada padanya. Bahkan hidayah yang kita peroleh belum tentu hidayah dalam segala bidang. Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu Islam sangatlah banyak, sehingga tak jarang diantara kita masih ada yang keberatan pada syariat dalam bidang tertentu. Misalnya pacaran, sebagian orang mampu untuk melaksanakan ibadah sholat namun ia masih melakukan pacaran. Ada lagi, sebagian orang mampu untuk menutupi auratnya sesuai syar’i namun tidak mampu untuk menjauhi gibah. Jadi, hidayah memang sangat penting untuk kita dapatkan agar kita mampu melakukan semua perintah Allah dan menjauhi laranganNya.  Ada orang yang dahulunya mampu u